Selasa, 22 Maret 2011

Kamis, 10 Maret 2011


Mencari Ruang Dalam Diri
oleh: Bagus D. Prasetyo

Aku mulai saja menapaki kata-kata ke dalam lembar kertas kosong dan setitik-setitik aku mulai membuat garis kehidupan ku. Dalam penantian aku selalu selipkan sebuah doa-doa dalam setiap hembusan nafas dan kerlipan mata. hari-hari ini aku siapka diri untuk sebuah kata di ujung telekomunikasi, sebab adalah jawab yang menjadi pengharapan beberapa hari ini. Mencoba menghidar dan mengalihkan tanda-tanda yang sering tersirat dalam kehidupan. Aku mencari ruang di celah yang terhimpit antara tekanan-tekanan sosial dan kebutuhan praktis ekonomis. Aku mencoba menghindari dari belenggu tersebut, dan melakukan lompatan kesabaran dalam penantian.
Di ujung malam sebelum terlelap aku berkali-kali memandang langin buta ruang hampa dalam hidup ku, berharap aku dapat menemukan secercah cahaya menembus dimensi mimpi yang kabur: belum-belum terwujud. Dia adalah syair-syair malam yang menjadi inspirasi, bintang-bintang nakal yang "menggojlok" ku dalam kegelapan untuk dapat bertahan karena baru-baru saja ku bertemu dengan ketakutan dan kematian menjadi alternatif mencari jawaban. Dalam malam ku berdoa kepada Tuhan!
Ku boncengi Ibu bertahun-tahun, sehingga begitu berat bebannya. Hingga pernah ku melihat sesekali hampir botak kepalanya karena terlalu lama menjadi sanggahan aku merangkak. Mamak, aku tak ingin kau sakit! Maka doa mu ini penenuntun mu aku belajar berdiri. Hadiah teridah aku rasa memberi kebebasan di hari tua, Mamak! Kala tak ada yang menjadi beban dan ringan jalannya melihat sinar-sinarnya telah menjadi mutiara berkilau. Dan adalah motivasi yang menajadi mimpi saat ini. untuk ku dan untuk Mamak.
Aku belum bisa menemukan ruang dalam diri. karena mengenali diri ku ini masih terlalu delematik. Satu sisi yang terbagi-bagi dalam satu raga. Sehingga ku temukan berbagai macam ragam yang ada sehingga aku sendiri entah tak mengerti di mana yang sebenarnya ku cari. Satu alat yang ku punya adalah intuisi sebagai penyaring, meski mebutuhkan banyak waktu. Aku takut terlambat. Seperti yang pernah aku lihat-lihat yang menjadi cerminan adalah wajah-wajah orang-orang dalam keseharian yang penuh gemuruh, tekadang saya untuk melihat saja aku "pengang" dan membaut buta telinga. Itulah seperti diri ku!
Kepada Bapak di rumah, yang sibuk ke dalam aktivitasnya setelah lelah bekerja. ku temukan bagian yang tercecer dari harum keringatnya adalah ketegasan untuk hidup untuk ketegaran. Jangan pernah layu sebelum berlayar. karena setiap langkah adalah membuka satu pintu rintangan yang perlu kita takhlukan. Tetaplah memandang sesuatu dalam satu perspektif bahwa kehidupan ini tercipta karena adanya rintang-rintang dan manusia terlahir sebagai misi-misi mencari ruang-ruang dalam kehidupan ini yang sekian lama nanti akan ada namanya keterkikisan dan rintangan menjadi rindu yang menjemukan dan kebosanan untuk menciptakan inovasi kehidupan yang memiliki antara kertarikan satu sisi ke sisi lainnya. Janganlah lurus karena menantinya begitu saja. aku mencoba Bapak.
Mencari ruang dalam diri ku: dan yang kutemukan adalah titik hitam, air, dan api. Yang ku jalankan adalah diri ku dalam kemudi automatik campur tangan Tuhan. Aku tercapur dalam raga ku yang akan manjadi sinar berupa mutiara!